Media, Politisi dan Penguasa
Sore ini saya membaca sebuah tweet dari the Jakarta Globe
yang berisi tentang partai NasDem yang mencoba menggandeng MNC Group, salah
satu media mogul di Indonesia. Reaksi
spontan saya adalah kecewa dan frustasi. Bagaimana tidak? NasDem sendiri adalah
partai politik baru yang digawangi oleh Surya Paloh, si pemilik Media Group.
Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi apabila kedua media mogul ini bergabung dalam kancah politik?
Dalam era digital ini, siapapun yang menguasai media, dialah
yang akan menang! Ini telah dibuktikan di Indonesia semenjak jaman Orde Baru
dimana televisi nasional, TVRI, dikuasai oleh rezim yang berkuasa. Media yang
ada digunakan oleh penguasa rezim sebagai alat pencitraan. Ketika itu, tayangan
yang favorit adalah tayangan berita yang bertajuk “Dunia Dalam Berita”. Aneh,
kok bisa program berita menjadi acara favorit? Ketika media dikuasai oleh rezim
Orde Baru, media didekte untuk mengkonstruksi kondisi Indonesia yang dinamis,
modern, berkecukupan, adil dan makmur. Saya masih ingat, jam 7 malam, semua
stasiun televisi di”paksa” untuk menayangkan “Dunia Dalam Berita”. Saya ingat
bagaimana berita itu dihiasi cerita sukses tercapainya swasembada pangan, panen
raya dan kemajuan ekonomi dan kemakmuran rakyat. Semua ini adalah citra
Indonesia yang coba dikonstruksi oleh penguasa rezim kala itu. Hal ini terbukti
berhasil, ditandai dengan berkuasanya rezim Orde Baru selama lebih dari 30
tahun. Mereka berhasil berkuasa selama itu salah satu faktor pendukungnya
adalah karena mereka menguasai media.
Sangat disayangkan, di era Reformasi, di era yang baru ini,
hal yang sama terjadi lagi. Media kembali dijadikan alat politik. Dalil yang
sama melandasi keadaan ini berbunyi “siapa yang menguasai media, dialah yang
menang”. Semakin banyak saja media yang dikuasai (dan akan dikuasai) oleh
politikus. Mereka ingin mencoba meraih kekuasaan dengan menguasai media.
Pastilah cara yang sama dengan di era Orde Baru akan digunakan (baca: politik
pencitraan). Para politikus penguasa media ini akan berlomba-lomba menggunakan
media yang mereka kuasai untuk menghegomoni rakyat Indonesia dengan citra yang
mengkonstruksi diri mereka sebagai pahlawan negara yang selanjutnya. Mereka
juga akan mengkritisi pemerintah secara sangat tajam, bahkan kadang tidak
rasional “pedasnya”, karena mereka dikuasai politisi oposisi. Lihat saja berita
di beberapa saluran televisi nasional swasta dan coba renungkan bagaimana
mereka mengkonstruksi citra pemerintah saat ini. Bukannya saya memihak
pemerintah, tapi kadang saya merasa “kasihan” juga dengan pemerintahan yang
ada.
Lalu apa definisi media yang sehat? Menurut saya, media yang
sehat itu adalah media yang benar – benar bisa secara adil memberitakan dua
sisi, baik/buruk, kelebihan/kekurangan, dst, dari suatu isu. Media yang baik
menurut saya adalah media yang tidak bias pada suatu permasalahan dengan hanya
memberitakan hal – hal yang negatif saja. Tapi pasti ada yang akan berargumen
dengan saya dengan mengatakan bahwa bukankah tugas media adalah sebagai watchdog? Dalam demokrasi, media bahkan
secara tidak resmi menempati sebagai posisi keempat dalam separation of power. Yah, benar, media memang berfungsi sebagai
pengawas pemerintah. Namun, menurut saya tidak ada salahnya bila media sudah
sewajarnya memberitakan hal yang baik tentang pemerintah apabila pemerintah telah
benar benar berbuat sesuatu yang patut
untuk dipuji. Susah memang untuk menemui media seperti itu di belahan dunia
ini karena banyak sekali media yang telah dikuasai oleh beberapa golongan
tertentu. Namun, bukan berarti itu menjadi hal yang mustahil untuk diwujudkan
bukan?
dunia dalam berita 2 kali tayang tiap malam. jam 7 dan 9 malam. dan sangat2 membosankan. hehe
ReplyDeletehmm.. saya malah belum begitu tau kalo ternyata partai NasDem ingin menggandeng MNCtv..
tp setuju dengan tulisanmu Riz, siapa yg menguasai media merekalah yang punya kuasa.
Great! baru aja aku mau tulis tentang ini pas aku buka blog-mu udah muncul tulisan ini.
ReplyDeleteDengan kondisi masyarakat kita yang cenderung tidak kritis terhadap pemberitaan, munculnya partai yang mempolitisasi media secara 'overtly'akan sangat membahayakan. Pemberitaan yang tidak berimbang akan menjadi ciri media2 yang mereka kuasai, akibatnya rakyat akan bingung. bisa jadi mereka tidak akan percaya lagi kepada pemimpin sehingga 'civil disobedience' akan menjadi pilihan rakyat. Belum lagi ketika partai yg dimaksud menduduki tampuk kepemimpinan, 'persetubahan' antara penguasa dan media rawan terjadi, politik pencitraan dimana-mana dan masyarakat dibodohi.
@ pondra makasih atas koreksinyaa :D aku ragu2 ttg dunia dalam berita, ternyata emang dua kali to hehehe ...
ReplyDelete@safrin media yang berimbang di Indonesia sekarang apa ya?? susah cari yang begituan, ayo kamu nulis dg tema yg sama kan jg gpp ;)
coba diteliti lebih dalam media, khususnya pertelevisian, saat ini. Apakah benar-benar ada media tanpa kepentingan golongan tertentu? diteliti dari aspek jenis berita yang ditayangkan, narasumber yang sering muncul, dan juga ketika berita menayangkan sosok tertentu (entah itu untuk pengalihan isu untuk menutupi kejelekan golongannya maupun untuk mengagung-agungkan kader golongan tertentu)
ReplyDeletemari kita bikin media JOMBLO
Media JOMBLO sounds like a good idea !! =))
ReplyDeletememang benar, media khususnya televisi itu media yang paling gampang diamati. Sekarang, tv nasional yang berada dalam grup roti (bahasa inggris nya haha) aja udah ada berapa? belum lagi dengan maraknya merger dua atau lebih televisi nasional. Mereka pasti juga punya agenda tersendiri, menkonstruksi pemikiran publik dengan cara2 yang ibnu sebutin diatas
mas kok gak diapdet meneh ki piye?
ReplyDeletehha iye maaf ora mengupdate sebulan belakangan sibuk sekali .... i felt guilty though :(
ReplyDeleteHmmm....
ReplyDelete