Bonus Paragames: Bukan Hanya Soal Nominal

Diambil dari Berita8
Gegap gempita SEA GAMES yang baru saja diselenggarakan bulan lalu sepertinya sangat bertolak belakang dengan ASEAN PARAGAMES yang saat ini sedang diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah. Bahkan mungkin, tidak semua orang tahu kalau ASEAN PARAGAMES sedang berlangsung karena publikasi yang tidak semasif acara pendahulunya. Namun, ada hal lain yang lebih memprihatinkan yaitu ketimpangan bonus pagi para pencetak medali di ajang ASEAN PARAGAMES. Mereka yang mendapat emas, perak dan perunggu akan mendapat bonus masing masing sebesar 40 juta, 15 juta dan 7,5 juta. Itupun setelah diprotes dan pada akhirnya dinaikkan. Bila kesemuanya ditotal, jumlahnya pun masih jauh dari jumlah bonus seorang peraih medali emas di ajang SEA GAMES yaitu 200 juta.

Menyedihkan memang, tapi ini adalah realitas. Ketimpangan nominal para peraih medali ASEAN PARAGAMES dan SEA GAMES ini menunjukkan bahwa pemerintah masih menganaktirikan atlet – atlet PARAGAMES yang merupakan para difabel. Bagaimana tidak? Pemerintah pusat telah mengagendakan penyelenggaraan ASEAN PARAGAMES dan SEA GAMES di waktu yang beruntutan. Pemerintah pasti juga telah dari awal mengalokasikan dana untuk bonus para peraih medali di kedua ajang olahraga tersebut. Ini berarti sedari awal, pemerintah telah “menghargai” para atlet-atlet difabel lebih rendah daripada atlet normal.

Ironis. Ketika pemerintah menggembar-gemborkan pernyataan bahwa para peraih emas SEA GAMES akan mendapat 200 juta, para peraih emas ASEAN PARAGAMES harus puas dengan 40 juta. Ini bukan hanya masalah nominal. Ini juga merupakan representasi dari sikap pemerintah dalam memperlakukan para panyandang difabel. Secara ekstrem, mungkin bisa dikatakan ada diskriminasi terhadap para atlet – atlet difabel.


Atlet Bulutangkis bertanding di ajang PARAGAMES
foto diambil dari ANTARA Foto. Foto oleh: Ismar Patriziki
Padahal, menurut hemat saya, para atlet – atlet difabel ini sudah selayaknya dihargai lebih dari para atlet normal. Bagaimana tidak? Yang pertama mereka kalahkan, berbeda dengan para atlet normal, bukanlah atlet dari negara lain. Musuh pertama mereka adalah difabelitas mereka. Mereka harus mengalahkan rasa “ketidakmampuan” yang ada pada diri mereka. Mereka melawan diri mereka sendiri sehingga mereka bisa menumbuhkan rasa mampu dan percaya diri.

Diluar itu, para atlet ASEAN PARAGAMES tidak berbeda dengan atlet SEA GAMES. Mereka sama – sama berjuang untuk mengibarkan bendera Indonesia. Mereka berjuang supaya lagu Indonesia Raya bergaung di arena olah raga. Mereka berjuang demi negara yang sayangnya tidak begitu memperjuangkan hak mereka.

Demikianlah opini saya selaku pemilik blog ini ketika melihat realita yang merupakan suatu teks sosial. Semoga saja, pemerintah pusat, sebagai yang paling bertanggung jawab atas hal ini mampu berbuat lebih bijak bagi para atlet difabel dan para difabel secara keseluruhan di kemudian hari. 

Comments

Popular posts from this blog

Movie Review | Stream of Tears in Wedding Dress

Dispelling Disney Princess Myth

Ghosts as Popular Culture